Strategi Pemasaran Digital Bagi Destinasi Wisata

Strategi Pemasaran Digital bagi Destinasi Wisata

Indonesia dikenal sebagai negara dengan berbagai macam potensi, mulai dari alam, budaya dan sejarah, maupun kuliner. Oleh sebab itu, sektor pariwisata menjadi program pembangunan prioritas yang terus digalakkan oleh pemerintah. Dalam beberapa tahun terakhir, pariwisata Indonesia juga memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Selain itu, pariwisata menjadi sektor yang berhasil dalam mengurangi angka pengangguran lewat dibukanya kesempatan usaha dan kerja. United Nations World Tourism Organization (UNWTO) pun menjelaskan, bahwa dalam lima tahun terakhir, pertumbuhan sektor pariwisata sebagai salah satu sektor ekonomi terbesar dan tercepat mampu melebihi perdagangan dunia serta mampu menunjukkan ketangguhannya pada pelemahan dan ketidakpastian ekonomi global.

Sementara itu, perkembangan teknologi, informasi, dan komunikasi yang terus meningkat membuat jumlah pengguna internet semakin bertambah setiap tahunnya. Laporan survei yang diterbitkan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) berdasarkan penelitian sepanjang 2017, disebutkan bahwa terdapat 143 juta penduduk Indonesia yang telah terkoneksi dengan internet. Survei APJII ini juga menjelaskan bahwa rata-rata orang Indonesia menghabiskan waktunya di internet sebanyak 8 jam 51 menit setiap harinya, di mana 40% penggunanya membeli barang dan jasa secara online.

Harus diakui, bahwa kemunculan internet dan digitalisasi telah membawa banyak dampak positif bagi manusia. Digitalisasi pada sektor pariwisata juga mampu memberikan banyak manfaat ke banyak industri. Dari sisi penyedia jasa, kehadiran internet memberikan sumbangsih yang luar biasa terhadap penghematan biaya operasional dan penggunaan waktu. Misalnya saja untuk beriklan dan berpromosi ke pasar Eropa. Untuk itu, dalam rangka menyasar pasar yang potensial, khususnya pada daerah-daerah dengan potensi wisata yang luar biasa, perlu dibangun sarana dan konsep pemasaran yang baik, matang, dan tidak ala kadarnya.  

Namun, yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana cara destinasi wisata mengoptimalkan penggunaan internet untuk menunjang promosi pariwisata di daerah? Bagaimana kesiapan jaringan internet yang ada di Indonesia, khususnya pada daerah-daerah yang tidak memiliki dukungan dalam infrastruktur internet?

Baca juga: Pengembangan Pariwisata di Daerah Tertinggal

Peluang pasar wisatawan di Indonesia

Sebelum membahas lebih jauh mengenai strategi promosi digital, mari kita lihat peluang pasar yang ada di Indonesia. Jika dilihat dari komposisi usia penduduknya, adapun pangsa pasar yang cukup potensial adalah kelompok usia milenial. Kelompok ini akan terus tumbuh dan menjadi pasar utama di mana pada tahun 2018 setidaknya terdapat 90 juta penduduk berusia milenial. Untuk pasar pariwisata, Asia didominasi kelompok milenial sebanyak 57% di mana Tiongkok memiliki jumlah generasi milenial sebanyak 333 juta jiwa, Filipina 42 juta jiwa, dan Thailand 19 juta jiwa.

Siapakah gerangan generasi milenial? Para ahli dan peneliti menyebutkan bahwa generasi milenial atau dikenal juga dengan generasi Y adalah kelompok masyarakat yang lahir pada tahun 1981 hingga 1995. Pada rentang tahun ini, teknologi seperti mesin komputer mulai booming, yang kemudian diikuti dengan naik daunnya gadget atau smartphones sebagai alat komunikasi.

Pergerakan kunjungan wisatawan di Indonesia juga terbantu karena generasi milenial yang sangat aktif berselancar dan berbagi di dunia maya. Di sisi lain, generasi milenial juga terbiasa terkoneksi secara digital. Dengan begitu, go digital dapat menjadi terobosan baru dalam memasarkan destinasi wisata di daerah, utamanya untuk menyasar pasar generasi milenial yang memiliki jumlah besar. Namun di lapangan, masih banyak destinasi wisata yang merasa dan dinilai belum siap, khususnya terkait dengan jaringan internet.

Saluran pemasaran juga dibutuhkan agar produk dan jasa yang kita tawarkan dapat sampai ke pasar potensial. Seperti yang pernah kita bahas sebelumnya, saluran pemasaran dapat dibentuk melalui dua cara, yaitu langsung dan tidak langsung. Saluran pemasaran langsung dapat dilakukan dengan mendatangkan wisatawan tanpa melalui perantara. Misalnya, melalui website kepunyaan destinasi, WhatsApp business, pengiriman proposal digital ke instansi, dan lainnya. Sementara saluran pemasaran tidak langsung dapat dilakukan dengan melibatkan perantara. Misalnya kerja sama dengan biro perjalanan wisata (travel agency), pramuwisata (guide), ASITA, atau organisasi lainnya.

Bagaimana calon wisatawan merencanakan perjalanannya?

Di era yang serba digital ini, fase calon wisatawan dalam merencanakan perjalanan pun mengalami sedikit perubahan. Dalam survei yang telah kami lakukan, terdapat beberapa fase calon wisatawan dalam merencanakan dan menentukan pilihan destinasi tujuan.

1. Mendapatkan informasi atau inspirasi

Biasanya, seseorang akan melakukan perjalanan karena mendapatkan informasi atau inspirasi, baik yang diceritakan langsung oleh rekan dan keluarganya, maupun lewat foto dan video yang beredar melalui berita atau sosial media.

2. Mencari informasi dan membuat perencanaan

Setelah mendapatkan informasi melalui foto atau video yang terunggah di sosial media, seseorang akan mencari lebih detail mengenai destinasi wisata tujuannya. Pada fase ini, biasanya seseorang akan bertanya langsung kepada pemilik akun sosial media atau melalui mesin pencari Google. Pada intinya, tantangan destinasi wisata adalah menyiapkan informasi yang jelas dan memadai kepada calon wisatawan agar mereka merasa yakin saat menentukan pilihan.

3. Melakukan reservasi

Jika pilihan sudah matang, seseorang akan mengurus seluruh dokumen maupun persiapan traveling mereka, mulai dari tiket pesawat, akomodasi penginapan di lokasi, hingga tiket masuk atau paket wisata yang akan dibeli. Pada fase ini, betapa pentingnya website destinasi dalam menyediakan informasi yang berhubungan dengan nomor telepon, fasilitas yang tersedia, harga paket wisata, maupun keterangan lain yang dapat membantu perjalanan wisatawan.

4. Mencari dan mendapatkan pengalaman di destinasi tujuan

Pada fase ini, wisatawan akan membelanjakan uangnya untuk setiap atraksi yang ditawarkan oleh pengelola destinasi wisata, mulai dari akomodasi, layanan pemandu, fasilitas, maupun kuliner khas.

5. Berbagi pengalaman

Dengan adanya sosial media, wisatawan memiliki keinginan untuk tetap eksis dan disukai banyak orang, baik saat berada di destinasi wisata tujuan maupun sepulang kegiatan. Untuk itu, sangat penting destinasi memiliki dan menunjukkan sosial media aktif agar dapat ter-mention oleh wisatawan.

Strategi pemasaran digital bagi destinasi wisata

Berpromosi secara online tidaklah mematikan pemasaran secara konvensional, tetapi justru saling menguatkan. Meski promosi secara langsung (word of mouth) masih dianggap paling ampuh dan berhasil, tentu kita semua sepakat bahwa setiap pengelola destinasi wisata perlu menambah platform pemasaran agar lebih optimal.

Melalui penjelasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa internet atau penggunaan media digital harus terus dioptimalkan untuk menunjang pemasaran destinasi wisata. Dengan memanfaatkan internet, diharapkan dapat meningkatkan ketertarikan calon wisatawan untuk datang ke destinasi yang belum terkenal. Apa saja strategi jitunya? Berikut penjelasannya!

1. Membuat dan mengoptimalkan Google My Business (GMB)

Google My Business atau Google Bisnisku merupakan aplikasi gratis yang disediakan oleh Google untuk mengatur keberadaan sebuah objek wisata/layanan bisnis kita. Google Bisnisku juga dapat digunakan untuk meningkatkan hubungan antara tuan rumah (host) dengan calon wisatawan potensial secara online. Adapun manfaat penggunaan Google Bisnisku di antaranya adalah sebagai berikut:

  1. Membuat objek wisata semakin terkenal dan mudah diakses oleh calon wisatawan
  2. Memudahkan wisatawan untuk menemukan dan menuju lokasi objek wisata, karena pada Google Bisnisku akan tercantum jam buka kunjungan, produk yang dijual, nomor telepon, dan lokasi objek wisata
  3. Memudahkan wisatawan untuk menilai dan memberikan penilaian atau masukan terhadap objek wisata yang kita kelola. Dalam hal ini, Google Bisnisku juga dapat menjadi buku tamu digital
  4. Memudahkan pengelola destinasi wisata dalam menganalisa tren perjalanan
  5. Meningkatkan penjualan dan kunjungan wisatawan
Strategi Pemasaran Digital bagi Destinasi Wisata
Tampilan dashboard pada Google My Business atau Google Bisnisku untuk layanan daya tarik wisata yang dikelola oleh Eticon Tourism

2. Membuat dan mengoptimalkan konten di website

Website bukan saja harus responsif dan cepat diakses, tetapi harus memiliki literasi maupun cerita yang informatif, kaya, dan kuat. Dalam beberapa kasus di lapangan, banyak destinasi maupun objek wisata yang telah mengembangkan website. Masalahnya, hal-hal kecil seperti informasi dan konten masih sering diabaikan. Padahal, website kerap menjadi rujukan utama wisatawan sebelum mengambil keputusan.

Untuk dapat mengembangkan sebuah website, penting untuk menentukan siapa saja yang nantinya akan dilibatkan menjadi kontributor untuk mengisi website tetap eksis. Banyak hal yang dapat diceritakan dan dituliskan melalui website. Misalnya saja mengenai keindahan alam, keunikan arsitektur sebuah bangunan atau homestay, daya tarik budaya, cerita rakyat atau sejarah, kearifan lokal di destinasi, maupun kuliner khas yang hanya bisa ditemukan di destinasi.  

Di era yang serba digital ini, isi informasi sangatlah penting. Selain wujud fisik dari destinasi atau daya tarik wisata yang dipromosikan, perlu juga dikembangkan mengenai bagaimana cara penyampaian informasinya karena setiap orang lebih menyukai cerita yang kuat. Untuk itu, perkuat narasi melalui penceritaan atau storytelling yang mendalam.

Storytelling merupakan salah satu bentuk komunikasi yang menekankan pada cerita dan sangat efektif digunakan dalam mempromosikan destinasi wisata. Tujuan yang dapat dicapai melalui storytelling adalah untuk menyampaikan identitas, mengapresiasi seseorang atau kelompok, memberi energi perubahan, berbagai pembelajaran, dan meningkatkan interaksi dua arah (engagement).

3. Optimalkan penggunaan sosial media

Mungkin sudah banyak destinasi maupun objek wisata yang telah menggunakan sosial media sebagai media promosi. Namun, sudah sejauh mana pengemasannya?

Beberapa platform sosial media yang efektif digunakan dalam berpromosi dan memiliki pengguna cukup banyak di antaranya adalah Facebook, Instagram, Twitter, dan yang sedang berkembang yaitu TikTok. Untuk itu, pengelola destinasi wisata perlu beradaptasi dan membuat inovasi konten pemasaran dengan menggabungkan platform media sosial yang telah disebutkan di atas.

4. Menjalin kemitraan

Perlu dipahami bersama, sektor pariwisata tidak pernah bisa berdiri dan berjalan sendiri. Pariwisata sangat membutuhkan kolaborasi antar dan lintas sektor agar keberlanjutan usahanya tetap berjalan. Untuk itu, maksimalkan jaringan yang Anda miliki dengan turut melibatkan mitra-mitra potensial seperti komunitas fotografer, travel blogger, travel vlogger, instagrammer, maupun mitra dengan konsep B2B (Business to Business). Misalnya seperti layanan tiketing online, transaksi digital (e-money), maupun model kerja sama marketplace.

Baca juga: Mempromosikan Destinasi Wisata di Masa Pandemi COVID-19. Bagaimana Caranya?

Dalam menghadapi era industri 4.0, keterampilan SDM pariwisata harus terus ditingkatkan, utamanya yang menyentuh ranah digital. Jika memungkinkan, peningkatan kapasitas kemampuan berbasis digital ini dapat diterjemahkan ke dalam program sertifikasi pemasaran digital destinasi wisata.

pembangunan pariwisata berkelanjutan
Kegiatan pelatihan kewirausahaan dan pemasaran digital destinasi wisata di Kabupaten Klaten dengan materi penguatan storytelling. Dokumentasi: Eticon Tourism

Untuk mendukung percepatan program promosi digital, Eticon Tourism sebagai konsultan perencanaan dan pengembangan pariwisata terlibat aktif dalam memberikan pelatihan maupun pendampingan kepada pengelola destinasi wisata di beberapa daerah, khususnya pada tema pemasaran digital destinasi wisata. Metode pendampingan dilakukan melalui pendekatan partisipatif, di mana peserta kegiatan akan diajak lebih aktif untuk melakukan praktik promosi digital secara langsung.

Referensi:

Laporan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) berdasarkan penelitian sepanjang 2017 dan We Are Social 2018

Recommended Posts

No comment yet, add your voice below!


Add a Comment