
Setiap bangunan gedung, baik yang dimiliki negara, swasta, maupun perorangan merupakan aset yang menjadi nilai strategis dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. Untuk itu, setiap pembangunan perlu diatur secara efektif, efisien, dan tertib. Selain itu, untuk menjamin keamanan, keselamatan, kesehatan, dan kemudahan masyarakat dalam menggunakan bangunan gedung beserta lingkungannya, diperlukan adanya pengurusan SLF atau Sertifikat Laik Fungsi.
Sertifikat Laik Fungsi merupakan sertifikat yang diterbitkan oleh pemerintah daerah untuk menyatakan kelaikan fungsi suatu bangunan gedung, baik secara administratif maupun teknis sebelum pemanfaatannya. Secara hukum, hal ini telah diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, yang menyatakan bahwa setiap bangunan gedung harus selalu dalam kondisi kokoh dan laik fungsi. Sebagai bukti legalnya, pemerintah daerah dapat menerbitkan SLF bangunan gedung.
Adapun persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung sebelum Sertifikat Laik Fungsi dapat diterbitkan akan dijelaskan melalui tabel di bawah ini.
Persyaratan Administratif | Persyaratan Teknis |
Status hak atas tanah | Tata Bangunan a. Peruntukan dan intensitas bangunan gedung b. Arsitektur c. Pengendalian dampak lingkungan |
Status kepemilikan bangunan | Keandalan bangunan gedung a. Keselamatan b. Kesehatan c. Kenyamanan d. Kemudahan |
IMB (Izin Mendirikan Bangunan) |
Baca juga : IMB dan SLF Pada Bangunan Gedung, Apa Bedanya?
Untuk mengetahui kondisi kelaikan bangunan gedung, maka akan dilakukan penilaian/assessment tehadap bangunan gedung yang akan dimohonkan SLF (Sertifikat Laik Fungsi) di mana penilaian ini dapat dilakukan oleh tenaga ahli dan instansi teknis, konsultan manajemen konstruksi, jasa konsultan SLF atau badan hukum lain yang memiliki keahlian teknis yang sesuai dalam syarat. Dalam penilaian kelaikan fungsi secara teknis, pemilik bangunan dapat mengajukan permohonaan untuk dilakukan pemeriksaaan kelaikan fungsi yang dilakukan oleh pengkaji teknis.
Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 2002, yang dimaksud pengkaji teknis adalah orang perorangan, atau badan hukum yang memiliki sertifikat keahlian untuk melaksanakan pengkajian teknis atas kelaikan fungsi bangunan gedung sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Selanjutnya dalam pasal 70, pasal 71, dan pasal 81 Peraturan Pemerintah RI Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 28 Tahun 2002 dijelaskan bahwa:
- Pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung baru menjadi tanggung jawab MK (Manajemen Konstruksi)/pengawas, kecuali untuk rumah tinggal tunggal dan rumah tinggal deret yang tidak menggunakan jasa pengawas/MK (Manajemen Konstruksi) oleh pemerintah daerah.
- Pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung eksisting dilakukan oleh penyedia jasa pengkaji teknis bangunan gedung, kecuali untuk rumah tinggal tunggal dan rumah tinggal deret oleh pemerintah daerah.
- Pemerintah daerah dalam melakukan pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung untuk rumah tinggal tunggal dan rumah tinggal deret dapat mengikutsertakan pengkaji teknis profesional dan penilik bangunan (building inspector) yang bersertifikat resmi. Sedangkan pemilik tetap bertanggung jawab dan berkewajiban untuk menjaga keandalan bangunan gedung.
- Apabila belum terdapat pengkaji teknis bangunan gedung, maka pengkajian teknis dapat dilakukan oleh pemerintah daerah dan dapat bekerja sama dengan asosiasi profesi yang terkait dengan bangunan gedung.
Pengkaji teknis selanjutnya dapat memberikan masukan/rekomendasi dalam penyelesaian masalah penyelenggaraan bangunan tertentu. Bentuk rekomendasi pun akan mengikuti dari hasil pengkajian teknis bangunan gedung yang telah dilakukan. Untuk pengurusan Sertifikat Laik Fungsi maupun uji teknis kelaikan bangunan gedung, Anda dapat menggunakan jasa konsultan SLF PT Eticon Rekayasa Teknik.
Baca juga : Siapa yang Berhak Melakukan Kajian Teknis Untuk SLF?

Jika kondisi bangunan gedung dalam keadaan prima, selanjutnya pemerintah daerah dapat menerbitkan Sertifikat Laik Fungsi. Sedangkan jika kondisi bangunan gedung terdapat rusak ringan/sedang, pemerintah daerah akan menerbitkan Sertifikat Laik Fungsi setelah dilakukan perbaikan ringan. Namun, jika kondisi bangunan gedung rusak parah, pemerintah daerah dapat menerbitkan Sertifikat Laik Fungsi setelah pemilik/pengguna bangunan gedung melakukan perbaikan berat.
Lantas jika bangunan gedung yang Anda gunakan sudah dinyatakan layak, apa manfaat dari kepemilikan Sertifikat Laik Fungsi (SLF)? Berikut penjelasannya!
Manfaat SLF untuk bangunan gedung
Secara umum, adapun manfaat penilaian kelaikan bangunan gedung secara umum dan manfaat memiliki SLF (Sertifikat Laik Fungsi) bagi pemerintah maupun pengguna/pemilik bangunan gedung adalah sebagai berikut:
- Mewujudkan bangunan gedung yang tertib secara administratif dan andal secara teknis sehingga dapat menjamin keselamatan, kesehatan, keamanan, dan kemudahan bagi penggunanya
- Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari PBB dan operasionalisasi bangunan gedung
- Meningkatkan nilai bangunan gedung, dan
- Mendorong investasi di daerah, karena persyaratan penerbitan SLF dapat digunakan sebagai:
- Syarat agar perumahan (formal dan swadaya) dapat dihuni
- Syarat pembuatan akta pemisahan (rumah susun dan bangunan gedung dengan konsep strata title/hak milik atas satuan ruman susun)
- Syarat WTO (World Trade Organization) dan ILO (International Labour Organization) untuk bangunan industri
- Mendorong perkembangan sektor pariwisata dan perekonomian daerah
Dicontohkan, sebuah hotel berbintang telah memiliki SLF. Bukti kepemilikan sertifikat tersebut kemudian dipajang di depan lobi hotel sehingga dapat dilihat dengan mudah oleh semua pengunjung. Hal ini tentu akan meyakinkan pengunjung terkait faktor keamanan bangunan gedung ketika menginap di hotel tersebut.
Dengan adanya penjelasan manfaat SLF di atas, tentunya Anda tidak akan menyia-nyiakan bangunan gedung yang digunakan, bukan?
Penerbitan SLF untuk bangunan gedung
Penerbitan SLF akan diberikan pertama kali dalam bentuk Sertifikat Laik Fungsi setelah bangunan gedung selesai dibangun. SLF diharuskan diperpanjang setiap 5 (lima) tahun untuk bangunan gedung rumah tinggal tidak sederhana dan bangunan gedung lainnya. Sementara untuk bangunan gedung rumah tinggal tunggal dan deret sampai dengan 2 (dua) lantai, SLF diperpanjang setiap 20 tahun sekali. Dan untuk bangunan gedung rumah tinggal tunggal sederhana atau rumah deret sederhana, SLF dapat berlaku selamanya.
Referensi :
- Peraturan Pemerintah RI Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
- Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 27/PRT/M/2018 Tahun 2018 tentang Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung
- Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
No comment yet, add your voice below!